Sabtu, 11 Juli 2015
BAGIAN KETIGA PEMBAHASAN TENTANG PIKIRAN DALAM KARYA WILLIAM GLADSTONE MENGENAI MENTAL ATAU JIWA RAGA, TERGUSUR OLEH AYAT-AYAT AL-QUR'AN DALAM AL-QUR'AN
William Gladstone mengatakan kategori tingkah laku dari pikiran menunjukkan kepada apa yang dipikirkan seseorang. Ada berbagai cara untuk mengklasifikasikan tingkah laku berpikir, termasuk gagasan tentang pikiran regresif yang sesuai dengan yang tidak sesuai, yang terus menerus dan yang periodic.
Pikiran tidak pernah benar. Pikiran selalu salah karena pengaruh suasana dan keadaan masyarakat. Manusia yang menuruti hasil pikiran masyarakat. Manusia yang menuruti hasil pikiran manusia akan tersesat oleh tingkah laku. Karena hanya hawa nafsu berperan aktif dalam pikiran manusia. Juga tercipta perang. Dari pikiran juga, agama Islam disalahgunakan. Menjual agama untuk kepentingan jabatan, kekuasaan, harta dan kehormatan. Para kyai, para ulama, ustadz dan ustadzah dan para santri sering terperosok oleh pikirannya. Karena ayat-ayat Al-Qur'an dipergunakan pikirannya untuk tipu daya supaya umat Islam mengakui dirinya sebagai manusia alim yang menjadi panutan.
Al-Qur'an telah memperingatkan dalam surah Al-Lukman ayat 16 yang terjemahannya sebagai berikut : Luqman berkata, hai anakku, sesungguhnya jika ada sesuatu perbuatan seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya membalasnya. Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
Demikianlah Allah SWT memperjelas pikiran yang tidak bersumber dari AlQur'an, melahirkan kejahatan, kebobrokan dan perbuatan salah. Kemudian William Gladstone mengatakan suatu tanda bahaya yang menunjukkan menurunnya jalan pikiran tampak bila pikiran-pikiran tidak lagi berhubungan dengan kejadian-kejadian kongkrit dan tidak mengarah pada tindakan. Dalam kasus-kasus ekstrim, pikiran-pikiran obsef dan distorsi persepsi yang parah, sama sekali memisahkan pemikiran seseorang dari dunia sehari-hari dan merupakan tanda pasti nahwa seseorang berada di bawah tekanan jiwa yang intensif.
Dalam ajaran agama Islam, pikiran dan pemikiran manusia itu harus sejalan dengan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Hubungan piiran dengan rukun iman dan rukun Islam akan terus kraetif dan aktifitasnya memberi kesegaran kehidupan dan hokum. Al-Qur'an menggambarkan pikiran itu memiliki visi dan misi memperbaiki diri supaya tidak terjadi depresi dan dihanyutkan oleh arus nafsu dalam menempuh kehidupan ini.
Indonesia saat ini dikocar-kacirkan oleh para kyai, para santri, ustadz dan ustadzah mereka telah kehilangan indentitas karena visi dan misi mereka berubah. Tidak peduli pada rukun iman dan rukun Islam hanya mau menjadi berkuasa di bidang ekonomi, hendak menguasai masyarakat dengan jabatan. Tidak berikir kemanusiaan yang adil beradab. Semuanya mengajak kebebasan berpikir. Akibatnya saat ini Indonesia tidak diketahui kemana arah tujuannya.
Berpikir orang Indonesia mengikuti apa yang dipikirkan pemuka agama. Umat Islam terpecah-belah. Berpikir tidak lagi berpedoman Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah SAW. Mengakibatkan Indonesia tidak aman dan tenteram. Kebenaran adalah dari pikiran mereka. Segala sesuatu yang terjadi tergambar pada surah Al-Luqman ayat 20 yang terjemahannya sebagai berikut : Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk kepentinganmu apa yang ada di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmatnya lahir dan batin dan di antara manusia ada yang membantah tentang ke-Esaan Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan.
Apabila kita perhatikan dunia saat ini, terasa sekali pikiran manusia mengalami suatu kehidupan lahir batinnya. Hukumdan hak Islam diabaikan oleh umat Islam dan selalu ditentang dan dihalangi oleh umat Islam yang munafik. Sekaran ini golongan munafik diciptakan salah piker atau berpikir tentang kehidupan dan agama. Kesalahan berpikir inilah orang-orang munafik membangkitkan perpecahan di antara masyarakat dalam memandang hak azazi dan hak guna hidup. Berpikir salah penyebab orang Islam menjadi sekuler, menjadi moderat, menjadi liberal dan menjadi komunis. Mereka inilah manusia yang tidak bermakna dan tidak bernilai.
Akhirnya mengenai hal ini almarhum Presiden Soeharto mengatakan : dari pengalaman hidup dan juga dari pengalaman orang-orang lain, disadari betapa pentingnya nilai-nilai moral spiritual bagi kebutuhan hidup manusia. Nilai-nilai moral dan spiritual itulah yang membuat hidup manusia mempunyai makna (Dok.Deppen RI).
Bangsa Indonesia yang beragama Islam bersatulah untuk rukun iman dan rukun Islam supaya NKRI selamt dari kaum munafik yang mau menjual negeri Indonesia atau mau menjadi orang suruhan bangsa asing atau bangsa Cina.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar