Minggu, 24 April 2016

WILLIAM GLADSTONE TENTANG ADAPTABILITAS NORMAL TETAPI DISANGGAH OLEH SURAH LUQMAN AYAT 13

Rukun Iman dan rukun Islam merupakan normalisasi jiwa manusia. Budaya melahirkan sengketa-sengketa jiwa, karena budaya itu lahir dari kebiasaan dan pemikiran manusia. Tidak heran jiwa sering mengalami kegoncangan dari peristiwa dan kejadian budaya. Normal jiwa itu ada dalam sjalat lima waktu. Shalat subuh menjernihkan pikiran dan pemikiran, sebab menjelang zuhur jiwa ditindas oleh hawa nafsu sehingga jiwa merasa gelisah. dan shalat zuhur memberi ketenangan menghadapi masalah. Kemudian menjelang ashar, proses menjelang jiwa yang damai karena efek shalat zuhur sangat mempengaruhi dan mengusir segala ketidakbenaran tentang keputusasaan hidup. Pada waktu maghrib jiwa mulai tentram akibat shalat didirikan, penuh dengan keikhlasan. Akhirnya shalat Isya menjadi suatu kebahagiaan hidup. Perasaan manusia tanpa shalat jiwanya keruh dan gersang. Tetapi William Gladstone menganggap sangat sulit membuat definisi mengenai tingkah laku yang normal. Dari sudut pandang ilmiah tidak ada prilaku yang dapat disebut sebagai tingkah laku normal. Kenormalan demikian terpaut dengan nilai budaya sehingga tidak mungkin dibuat suatu definisi lintas budaya yang obyektif. Dalam pemerintahan 2014-? banyak jiwa yang tersesat, jiwa yang keruh, jiwa lesu, jiwa yang kosong, jiwa yang manjadi keras. Semua jiwa itu akibat manusia tidak shalat, tidak berdzikir, tidak tahajud, tidak membaca Qur'an, tidak bersedekah, tidak berpuasa, tidak mau lagi naik haji ke Makkah walaupun sudah kaya dan berharta. Jiwa gelisah seperti tidak melihat jalan lurus, yang dilihatnya hanyalah jalan penuh belokan. Dan yang sangat fatal sekali mempersekutukan Allah. Dalam Al-Qur'an surah Luqman ayat 13 yang terjemahannya sebagai berikut : Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya di waktu ia memberi pelajaran kepadanya : Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar. Kemudian William Gladstone mengatakan pada hakikatnya, adaptabilitas normal bersangkut paut dengan kemampuan seseorang untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Barangkali ada konflik internal tapi konflik ini tidak merintangi kemampuan untuk bertindak tumbuh dan berubah. Dalam Islam penuh ajaran Al-Qur'an yang membimbing manusia untuk mengenal hakikat kehidupan. Budaya dan materinya mengajak manusia untuk menjadi sesat. Sebab dalam budaya dengan materinya tidak ada mengandung iman dan takwa. Berpedoman kepada budaya berarti manusia sudah menjadi alat benda. Manusia yang menjadi budaya berarti condong kepada psikososial yang tidak memiliki fundamen agama, apalagi jika manusia itu manganggap agama itu budaya maka selesailah sudah manusia manjadi kafir atau tersesat kepada gelombang budaya manusia. Almarhum presiden Soeharto mengatakan : melalui agama berusaha menghayati hidup yang bermakna, hidup yang bernilai, hidup yang baik, Salah satu ukuran apakah hidup ini bernilai atau tidak bernilai, adakah kemanfaatan kita bagi orang lain. Nabi Muhammad SAW berkata : Sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang paling bermanfaat bagi sesama manusia (Dok Deppen RI) Begitulah gambaran jiwa yang normal yang dituturkan oleh alm.Presiden Soeharto. Agama yang memiliki Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW merupakan agama yang mengatur hati, perasaan, pemikiran dan jiwa. Orang yang tidak meninggalkan shalat adalah orang yang berjiwa normal. Sebab jiwa normal itu yang tunduk dan patuh kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW. Awas ! Mereka yang menamakan dirinya Islam Nusantara, pluralisme agama, nasakom gaya baru, PKI gaya baru, itu sama dengan sekuler dan liberal. Mereka semua memakai topeng supaya Pancasila dengan Ketuhanan Yang Maha Esa nya ambruk, sesuai dengan keinginan revolusi mentalnya Mao Tse tung. bersatulah umat Islam untuk rukun Iman dan rukun Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar